![]() |
Ket: Bayu, M.Pd |
Pendidikan tidak hanya tentang angka, ujian, dan pencapaian akademik. Pendidikan sejatinya adalah proses membentuk manusia utuh berkarakter, peduli, tangguh, dan adaptif. Untuk mewujudkan hal tersebut, sekolah tidak cukup hanya mengandalkan pembelajaran intrakurikuler. Diperlukan ruang-ruang kreatif yang memungkinkan siswa tumbuh secara utuh melalui kegiatan kokurikuler yang terintegrasi lintas mata pelajaran.
Salah satu pendekatan yang patut diapresiasi adalah penerapan kegiatan kokurikuler berbasis "7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat", yang merangkum kebiasaan sederhana namun berdampak besar: bangun pagi, beribadah, berolahraga, makan sehat, gemar belajar, bermasyarakat, dan tidur cukup. Kebiasaan ini bukan sekadar rutinitas, melainkan fondasi karakter yang harus ditanam sejak usia dini.
Kegiatan seperti “Pagi Hebat, Aku Hebat” misalnya, mendorong siswa untuk merefleksikan disiplin mereka sejak fajar menyingsing. Tidak hanya melatih tanggung jawab pribadi, kegiatan ini mengasah kemampuan menulis naratif dalam Bahasa Indonesia, serta memperkuat kebiasaan hidup sehat dari perspektif PJOK. Di sisi lain, kegiatan “Pentas Nilai: Aksi dan Hati” memungkinkan siswa mengekspresikan nilai-nilai kejujuran dan kasih sayang lewat puisi, drama, atau lagu. Di sinilah terlihat sinergi nyata antara PABP, Bahasa Indonesia, dan Seni Budaya.
Mengapa lintas mapel? Karena kehidupan nyata tidak dibagi dalam kotak-kotak mata pelajaran. Saat seorang siswa menyusun bekal sehat dalam proyek “Bekal Cerita, Bekal Sehat”, mereka bukan hanya belajar tentang gizi (IPAS), tetapi juga belajar berbicara di depan umum (Bahasa Indonesia) dan menghitung takaran serta biaya (Matematika). Ini adalah bentuk pembelajaran kontekstual yang bermakna.
Lebih jauh lagi, kegiatan ini memberi peluang sekolah melibatkan orang tua dan komunitas. Dalam kegiatan seperti “Kampung Sekolahku”, siswa tidak hanya belajar tentang peran sosial di sekolah, tetapi juga mengasah empati dan rasa hormat pada setiap pihak yang berkontribusi dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Inilah esensi dari Kurikulum Merdeka dan Profil Pelajar Pancasila: pembelajaran yang tidak hanya berpijak pada kognisi, tetapi juga menyentuh afeksi dan psikomotorik. Pembelajaran yang tidak hanya mendidik, tetapi juga membentuk.
Sebagai pendidik, kita ditantang untuk terus berinovasi. Bukan menambah beban siswa dengan tugas menumpuk, tetapi menghadirkan pengalaman belajar yang menyenangkan, terarah, dan bernilai jangka panjang. Kegiatan kokurikuler lintas mapel seperti ini adalah bukti bahwa pendidikan karakter tidak harus terpisah dari akademik. Justru keduanya bisa saling menguatkan.
Mari terus bergerak, menciptakan ruang belajar yang hidup yang membuat anak-anak kita bukan hanya cerdas otaknya, tetapi juga hebat sikapnya.
Penulis: Bayu, M.Pd Dosen Universitas Sultan Muhammad Syafiuddin Sambas (UNISSAS)